MASJID DARULL MUTTAQIN PURWOREJO
Masjidnya sih biasa, tapi Bedugnya, luarbiasa… setahu
saya ini bedug dari kayu utuh yang terbesar di indonesia, bahkan di dunia (ya
iya wong didunia ga ada yang pakai bedug untuk penanda waktu adzan).
Liat nih spek bedug-nya:
- Panjang rata-rata = 292 centimeter
- Garis tengah bagian depan = 194 centimeter
- Garis tengah bagian belakang = 180 centimeter
- Keliling bagian depan = 601 centimeter
- Keliling bagian belakang = 564 centimeter
Setelah masjid dibangun lalu muncul ide baru dari
Bupati Cokronegoro I untuk melengkapinya dengan sebuah Bedug yang harus dibuat
istimewa sehingga menjadi tanda peringatan di kemudian hari. Keberadaan Bedug
menurut Bupati Cokronegoro I sangat diperlukan adik sang Bupati yaitu Mas
Tumenggung Prawironegoro Wedana Bragolan, disarankan agar bahan Bedug dibuat
dari pangkal (bongkot) pohon Jati. Bahan baku dari pohon jati tadi sesungguhnya
berasal dari Dukuh Pendowo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Dari
cerita lisan yang turun temurun, pohon-pohon jati yang terdapat di Dukuh
Pendowo telah berusia ratusan tahun dengan ukuran besar-besar bahkan ada yang
bercabang lima. Dalam ilmu kejawen, pohon-pohon jati besar bercabang lima yang
disebut Pendowo mengandung sifat perkasa dan berwibawa. Pembuatan Bedug yang
dikenal sebagai Bedug Kyai Bagelen (Bedug Pendhawa) ini diperkirakan dilakukan
pada tahun jawa 1762 atau tahun 1834 masehi bersamaan dengan selesainya
pendirian bangunan Masjid Agung. Cara pembuatan bedug ini dimulai dengan
menghaluskan permukaan bongkot kayu jati, kemudian bagian tengahnya dilubangi
hingga tembus dari ujung ke ujung (growong) dan dihaluskan kembali.
Sebagai penutup bedug, mula-mula digunakan
bahan dari kulit banteng. Akan tetapi, setelah 102 tahun kemudian (3 mei 1936)
kulit bedug bagian belakang mengalami kerusakan sehingga diganti dengan kulit
sapi ongale (benggala) dan sapi pemacek yang berasal dari Desa Winong,
Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo. Sedangkan di dalam Bedug Kyai Bagelen di
pasang sebuah gong besar yang berfungsi untuk menambah getaran dan bunyi
(anggreng). Ada persoalan baru ketika bedug selesai dibuat, yaitu persoalan
pemindahan dari Dukuh Pendowo (Jenar) ke Kota Purworejo, seperti diketahui,
jarak Pendowo – Purworejo cukup jauh yaitu sekitar 9 kilometer dengan kondisi
jalan yang sangat sukar dilalui. Untuk mengatasi persoalan ini tentunya
dibutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai kelebihan, kebijaksanaan dan
keberanian di dalam menjalankan tugas. Bupati Cokronegoro I atas usul adiknya
Raden Tumenggung Prawironegoro mengangkat Kyai Haji Muhammad Irsyad yang
menjabat sebagai Kaum (Lebai/Naib) di desa Solotiyang, Kecamatan Loano untuk
mengepalai proyek pemindahan Bedug Kyai Bagelan. Atas kepemimpinan Bedug sang
Kyai, saat itu oleh para pekerja diangkat secara beramai-ramai diiringi bunyi
gamelan lengkap dengan penari tayub yang telah menanti di setiap pos
perhentian. Akhirnya setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Bedug
Kyai Bagelen tiba di Masjid Agung Kabupaten Purworejo. Kini, Bedug kyai Bagelen
diletakkan di sebelah dalam serambi Masjid. Barang siapa ingin mendengar
suaranya, datanglah pada saat Ashar, Maghrib, Isya, Subuh dan menjelang shalat
Jum’at. Di samping itu, pada setiap saat menjelang sholat Sunat Idul Fitri dan
Idul Adha, acara-acara atau peristiwa-peristiwa keagamaan Islam dan
memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Bedug Kyai
bagelen selalu ditabuh untuk memberi tanda dan penghormatan.
0 komentar: